“Tinjau Ulang Penerapan
Uang Kuliah Tunggal Universitas Palangka Raya”
Uang
Kuliah Tunggal (UKT) adalah jenis biaya tunggal yang harus dibayarkan oleh
mahasisiwa per semester pada perguruan tinggi. UKT adalah hasil dari pembagian
seluruh beban pembiayaan operasional pendidikan tinggi, keseluruhan biaya ini
kemudian disebut Biaya Kuliah Tunggal (BKT). BKT sendiri dirumuskan sebagai
dasar penetapan biaya yang akan dibebani kepada mahasiswa, masyarakat, dan
pemerintah. Sehingga dalam konsepsi dan penerapannya jelas bahwa UKT adalah
bukti nyata dari lepas tanggung jawabnya pemerintah untuk membiayai pendidikan
tinggi.
UKT
menjadi seakan baik atau adil karena di dalamnya terdapat konsepsi bahwa UKT
disesuaikan atau ditentukan berdasarkan kelompok kemampuan ekonomi masyarakat.
Dalam hal ini, pembagian kelompoknya pun bervariasi, antara 3-8 kelompok.
Asumsinya adalah semakin tinggi kelompoknya semakin besar biaya kuliahnya/UKT
nya. Namun pada Peraturan Menteri DikBud tentang BKT dan UKT, tercantum bahwa
sedikitnya hanya 5% yang ditampung dalam kelompok 1 dan 2, yang biayanya
berkisar 500.000-1.000.000. sementara itu pada kelompok 3-8, biayanya berkisar
1.500.000-25.000.000.[1]
pada kelompok yang belakangan inilah dimaksimalkannya penerimaan mahasiswa. Hal
ini memperjelas dan mempertgas bahwa universitas akan memiliki legitimasi untuk
menekan semakin kecilnya partisipasi rakyat kecil dalam mengakses pendidikan
tinggi. Karena, ketika prosedur 5% pada setiap level 1 dan 2 terpenuhi,
selebihnya pejabat kampuslah yang berwenang untuk menentukan besaran nominal
yang seperti apa yang dapat diterima.
Sementara
pada perkembangannya, dalam Permendikbud No 73 Tahun 2014, disitu dilakukan beberapa
perubahan, khususnya pada nominal. Dalam peraturan ini diatur beberapa kenaikan
biaya/nominal UKT dalam beberapa Universitas, dan juga didalamnya menetapkan
bahwa ada kenaikan varian level, menjadi 8 level pada setiap universitas. Ini
menjelaskan bahwa UKT bukalah sistem yang baik, justru UKT akan semakin
mencekik leher rakyat Indonesia, karena pada setiap tahun akan mengalami
kenaikan.
Sementara
Universitas Palangka Raya menerapkan sistem UKT sejak tahun ajaran 2013/2014
sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa setiap
perguruan tinggi negeri harus menerapkan sistem UKT. Dengan sistem pembayaran
baru ini juga, nominal uang kuliah malah semakin bertambah mahal dibandingkan
dengan sistem pembayaran sebelumnya. Sebab dalam menghitung besaran nominal UKT
sendiri, segala biaya operasional kampus baik biaya langsung (gaji dosen, gaji
karyawan, biaya proyektor, biaya listrik, biaya modul, dll) maupun biaya tidak
langsung (biaya pemeliharaan gedung, biaya pembangunan fasilitas, dll)
kesemuanya akan dihitung, kemudian jumlah tersebut disebut unit cost yang menentukan
besaran UKT itu sendiri. Maka oleh karena itu wajar saja, ketika sistem UKT ini
diterapkan kepada para mahasiswa baru tahun 2013/2014, 2014/2015 dan 2015/2016
secara mayoritas mengalami kenaikan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan
biaya kuliah pada tahun sebelumnya.
Dengan
penerapan sistem UKT yang tidak sesuai ini
tentunya banyak mengalami penolakan oleh mahasiswa yang terkena UKT karena pada proses verifikasi yang tidak jelas
terhadap penerapannya. Yang pertama, di Univ. Palangkaraya sendiri banyak
mahasiswa baru yang melayangkan keberatan atas UKT yang diterima. Serta tidak
sedikit pula slip registrasi yang dibuang dan diduga dibuang oleh mahasiswa
baru yang tidak mampu membayar UKTnya. Berdasarkan data yang diperoleh tim Save
Unpar (2013) terdapat 46 mahasiswa baru jalur SNMPTN yang mengadukan keberatan
atas UKT yang diterima kepada posko pengaduan UKT Save Unpar. Kebanyakan dari
pengaduan tersebut adalah mahasiswa yang berasal dari anak petani, buruh,
pekerja swasta dan pegawai negeri rendahan bahkan ada mahasiswa yang membiayai
kuliahnya sendiri. Mahasiswa baru yang mengadukan keberatannya tersebut rata-rata
mendapat UKT kelompok 5 yang nominalnya Rp. 2.500.000,- sampai Rp. 4.000.000,-
. Kemudian di awal tahun 2014, BEM Univ. Palangkaraya kembali menemukan ada
sekitar 300 mahasiswa angkatan 2013 yang keberatan akan UKT yang diterima,
tahun 2014ada 103 mahasiswa fakultas pertanian unpar yang mengajukan keberatan
UKT dan begitu juga ditahun ajaran 2015 kembali 122 mahasiswa pertanian
mengajukan kebertan atas UKT. Berbagai respon penolakan terus dilakukan mulai
dari menyurati pihak fakultas, hearing dan sampai kepada aksi demonstrasi ke
pihak rektorat untuk penurunan UKT.
Namun
dengan adanya respon penolakan atas
keberatan yang dilakukan mahasiswa lantas tidak membuat pihak kampus untuk
meringankan biaya UKT terhadap mahasiswa, malah yang ada proses
verifikasi yang tambah tidak jelas dan tidak transparan atas penerapan UKT.
Dalam hal ini Rektorat melalui Pembantu Rektor IV (PR IV) pada tahun 2014 mengeluarkan statement bahwa
tidak ada lagi
peninjauan ulang atas nominal
UKT karena belum ada surat persetujuan dari atasan/dinas/kementerian pendidikan.
Hal ini adalah sebuah argumentasi yang mengada-ada. Nominal UKT adalah murni
diambil dari tiap-tiap universitas dan kemudian dilampirkan pada Permendikbud.
Mengenai diterima atau tidaknya berkas keringanan sepenuhnya adalah hak dari
pihak rektorat. Karena keringanan adalah bentuk dari tanggung jawab rektorat
untuk membantu mahasiswa yang memang
nyata-nyata tidak mampu mengakses biaya pendidikan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Berbeda halnya ketika berkas keringanan ditolak karena tidak
lengkap, namun itu juga akan diberikan waktu untuk melengkapi. Jadi mengenai
permasalahan keringanan, seharusnya tidak ditolak oleh pihak rektorat dengan
alasan demikian.
Dari
paparan di atas, kami dari Front
Mahasiswa Nasional (FMN) Palangka Raya melihat
bahwa skema – skema yang ada dalam system UKT hanyalah ilusi yang sesungguhnya
memiliki motivasi untuk menjadikan pendidikan semakin tergerus ke dalam jurang
liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi
atas dunia pendidikan. Pendidikan menjadi
serupa warung dengan menu – menu yang sangat mahal dan tentunya hanya akan
membatasi akses rakyat untuk menempuh pendidikan tinggi. Atas dasar itu kami mengajak kawan – kawan mahasiswa
yang keberatan atas UKT yang diterimanya untuk bersatu dan berjuang bersama
untuk menuntut rektorat meninjau ulang kembali UKT yang diterapkan di
Universitas Palangkaraya.
Palangka Raya, 29 Desember 2015
Mengetahui,
FRONT
MAHASISWA NASIONAL
PALANGKA
RAYA
WAHUJAN
Ketua
[1]Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013
tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi
Negeri di Lingkungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Lampiran.
0 komentar:
Posting Komentar