Pemuda Mahasiswa Berjuang Bersama Rakyat
Melawan WTO dan Liberalisasi Perdagangan !
Latar Belakang
Organisasi Perdagangan Dunia telah dilembagakan sejak tanggal 1 Januari 1995, sebagai pengganti (bentuk baru) dari perjanjian umum tentang tarif dan perdagangan (General agreement and Tariffs and Trade,-GATT). Tujuan utama WTO adalah liberalisasi ekonomi untuk memfasilitasi perdagangan yang diikuti dengan upaya-upaya reduksi untuk penghapusan setiap hal yang memungkinkan menjadi penghambat perdagangan dalam barang dan jasa. Bagi setiap negara anggota yang melakukan tindakan penolakan atau “mengabaikan” kesepakatan-kesepakatan dalam perjanjian (tidak patuh) akan dikenakan tindakan hukum (sanksi) yang ditetapkan dalam mekanisme penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Mechanism,-DSM).
Sejatinya WTO telah menjadi tiga serangkai (triplets) dari anak kembar Bretton Woods, yakni IMF dan Bank Dunia. Hasil dari Konferensi Bretton Woods (Forum ekonomi yang diinisiasi oleh AS, di Bretton Woods-New Hampsire, AS. tahun 1947) menyepakati perjanjian perdagangan Internasional dengan prinsip Liberalisasi Perdagangan Internasional, yakni perjanjian umum tentang tariff dan perdagangan (General Agreements on Tariff and Trade,-GATT). Selanjutnya, melalui konferensi PBB (UN Conference on trade and Development) di Havana, tahun 1948, GATT disepakati untuk ditransform menjadi organisasi perdagangan internasional (International Trade Organization,-ITO), sebagai suatu badan khusus PBB yang mengatur kerjasama perdagangan. Konferensi tersebut juga mengamanatkan kepada seluruh Negara pencetus GATT untuk melakukan penyesuaian (ratifikasi) kebijakan dan undang-undang di dalam Negerinya masing-masing yang berkaitan dengan perdagangan.
Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana, namun proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara signators (negara-negara pengusung) tidak bisa berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus dari perjanjian tersebut, namun AS samasekali tidak melakukan ratifikasi atas perjanjian tersebut (Piagam Havana, 1948), sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Artinya bahwa AS telah melakukan peng-abaian atas Ide yang dicetuskannya sendiri dan pembangkangan terhadap kesepakatan bersama. Dengan kegagalan ITO, GATT sebagai dewan sementara (interim council) yang akan menata kondisi dalam persiapan pembentukan ITO, kemudian hanya sebagai "group orang kaya" bagi AS, Inggris dan beberapa negara maju lainnya, yang terus mendikte aturan perdagangan barang dan tarif.
Setelah berlansung selama hampir setengah abad hingga putaran ke delapan GATT, yakni Putaran Uruguay GATT (dikenal juga sebagai Putaran ke-8) menyepakati pembentukan WTO, dengan dorongan bahwa perdagangan internasional tidak boleh hanya fokus pada tarif dan perdagangan barang saja, tetapi harus mencakup-perdagangan jasa, investasi dan hak kekayaan intelektual, sehingga dibutuhkan sebuah organisasi perdagangan dunia yang akan mengawasi keempat fokus utama tersebut.
Saat ini, WTO telah tersebar hingga mencapai 159 negara anggota dalam kurun waktu kurang dari 2-dekade sejak awal pembentukannya. Kali ini, menjelang usia ke 19 tahun, WTO akan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 di Bali, Indonesia dengan tekad untuk memperkuat perjanjian-perjanjian lama dan menetapkan sejumlah kesepakatan-kesepakatan baru setelah mengalami kebuntuan pada putaran Doha, tahun 2001. Selama ini, kebuntuan-kebuntuan yang dialaminya, baik dalam putaran Uruguay yang berlansung sangat lama, kemudian kegagalan pertemuan di Settle, disusul kebuntuan yang juga terjadi di Hongkong hingga kebuntuan Doha disebabkan oleh dua factor utama, yakni adanya perbedaan pandangan dan kepentingan antara Negara-negara miskin dan berkembang dengan Negara maju.
Namun faktor kegagalan yang paling utama ialah kegagalan yang disebabakan oleh massifnya gerakan massa Rakyat yang telah tanpa henti melakukan penolakan dan berbagai bentuk perlawanan atas WTO. Bagaimanapun jua, Skema liberalisasi seperti WTO maupun skema liberalisasi lainnya, akan terus dihadapkan dengan berbagai tantangan akibat tentangan keras gerakan rakyat atas keberadaan WTO beserta seluruh kesepakatan yang dijalankannya. Situasi tersebut yang sejalan beriringan dengan hantaman depresi ekonomi dan krisis, dengan pukulan yang akan melumpuhkan kemudin melemakan sistem Imperialisme hingga kehancurannya.
PAKET BALI, SERTA NEGOSIASI SEBELUM DAN SESUDAHNYA
Dalam KTM ke-9 di Bali mendatang, ada tiga isu utama yang telah ditetapkan untuk diletakkan diatas meja perundingan, kemudian disebut dengan ”Paket Bali”. Tiga isu utama tersebut, awalnya ialah inisiatif untuk mempromosikan capaian dan keuntungan bagi negera-negara miskin dan berkembang didalam paket perjanjian tersebut. Namun, seberapa optimis-pun usulan-usulan tersebut, baik ditujukan untuk memberikan jaminan keuntungan bagi Negara-negara tersebut (Negara berkembang dan Negara miskin) maupun untuk mengintensifkan aturan perdagangan, kenyataannya skema-skema tersebut sudah berlansung lama melakukan penghisapan di Negeri-negeri tersebut. Tiga isu utama tersebut, yakni:
- Pertanian (Agriculture): Sejak perjanjian tentang pertanian (AoA) telah berada dalam skema liberalisasi. Isu (perjanjian) tersebut telah mem-bias-kasn system perekonomian Negara-negara miskin dan berkembang yang di Contohkan dengan penerapan subsidi tinggi Negara-negara maju untuk produksi pangan dan, program perlindungan tanaman. Sementara, susbsidi itu sendiri kenyataannya telah digantung setinggi langit (Impian yang tak pernah terwujud) bagi negara-negara berkembang sehingga terjadinya pembatasan subsidi untuk produksi pangan domestik. Dengan aturan tentang penurunan tarif tersebut, mengakibatkan adanya lonjakan import pangan dan produk-produk pertanian di Negara-negara berkembang, sementara dalam waktu yang bersamaan, ekonomi domestic mereka tidak mampu bersaing dengan produk import yang membanjiri pasar dalam negeriya. Dilain sisi, ekspor mereka ke negara maju tidak sebanding dengan hasil produksi mereka. Dalam KTM-9 mendatang G-33 (negara-negara miskin/Least Developed Countries,-LDC), 46 negara didalamnya melakukan advokasi untuk ketahanan pangan, mata-pencaharian petani dan pembangunan pedesaan. Mereka mengusulkan adanya program subsidi bagi masyarakat miskin di negara-negara miskin dan berkembang, mengikuti program "Bolsa Familia", yakni program paket bantuan keluarga atau program subsidi yang telah dilaksanakan di Brazil telah secara efektif mengurangi kelaparan melalui subsidi pangan, atau melalui pembebasan dari pembatasan subsidi WTO .
- Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation): Yakni suatu proposal yang dibayangkan sebagai salah satu upaya untuk memaksimalkan keuntungan melalui keberhasilan program bea cukai, jalur perdagangan pelabuhan dan bandara. Negara-negara maju telah meimodernisasi fasilitas-fasilitas seperti demikian untuk terus mendorong penetapan standar-standar tentang yang akan terus ditinkatkan untuk mendapatkan keuntungan tanpa disertai dengan pembiayaan.
- Least Developed Countries (LDC)/Negara-negara berkembang paling terbelakang (Negara Miskin): Terdiri dari 33 Negara Afrika, 14 negara Asia, termasuk Haiti. Perlakuan istimewa untuk Negara-negara miskin (LDC) adalah kebijakan yang diilusikan agar Negara-negara miskin tersebut bersedia menerima system ekonomi dalam skema perdagangan global dan meraih keuntungan bagi perkembangan mereka. Namun keyataannya, hubungan kerjasama perdagangan yang tidak adil, tetap eksis didalamnya. Beberapa proposal yang akan diteruskan dalam KTM-9 mencakup akses pasar yang lebih besar bagi LDC tanpa pembatasan tarif (bebas kuota dan bebas biaya), sehingga memungkinkan bagi LDC untuk meningkatkan ekspor mereka, meningkatkan daya saing kapas dari LDC (Karenya, mereka juga mengusulkan untuk penurunan subsidi untuk industri kapas AS), dan pemberian kebebasan dan pelayanan bagi LDC atas usulan perlakuan yang lebih baik atas akses jasa dan peneyediaan jasa oleh LDC sendiri.
Agenda-Pasca Bali: ISA , ITA , EGS , dan GVC
Sebaliknya, berkaitan dengan agenda yang namanya Pasca-Bali telah dinegosiasikan sebelum KTM-9. Awalnya negosiasi telah dibuka sebagai sesi pertemuan khusus (Side Even) selama Forum Ekonomi Dunia pada Bulan Januari 2013.
Salah satu kesepakatan yang telah ditetapkan ialah, negosiasi untuk perluasan lingkup Perjanjian Teknologi Informasi (Information Tecnology Agreements,-ITA), dari 217 bentuk tarif menjadi 357. Tapi bagaimanapun, ini akan mengurangi pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang hanya sebagai perakit komponen penghantar semata dan akhirnya menyebabkan penumpukan angkatan kerja (tenaga kerja).
Para negosiator juga membayangkan perluasan perjanjian jasa Internasional (Internatioal Services Agreement,-ISA), Negara-negara maju telah menetapkan untuk meliberalisasi 90% dari sektor jasa dan mengintensifkan mode "movement of natural persons" atau ekspor modal manusia (eksport tenaga kerja). Dalam kedok melindungi lingkungan, para negosiator juga mengusulkan kesepakatan nol tarif untuk Barang dan Jasa Lingkungan (Environmental goods and Services,-EGS) yang secara abstrak mengidentifikasi jenis produk yang dapat dianggap sebagai EGS untuk memasukkan barang-barang lain yang jauh lebih menguntungkan. KTM-9 juga diperkirakan akan membahas rantai nilai global (Global Value Chains,-GVCs) atau kebijakan yang akan memfasilitasi perakitan atau produksi barang lintas-batas dan wilayah yang biasa ditandai dengan massifnya outsourcing dalam mencari tenaga kerja murah, pemasok bahan baku, dll.
Secara keseluruhan, WTO adalah forum tingkat tinggi untuk akomodasi antara dan di antara negara-negara maju pada saat yan bersamaan, mekanisme yang telah disistematiskan untuk mengumpulkan persetujuan dari negara terbelakang dan berkembang menjadi sebuah kemegahan upacara kooptasi. Akan tetapi, hal ini juga sekaligus sebagai sebuah pertunjukan (eksposisi) atas meningkatnya keputusasaan system ekonomi imperialis yang tercermin dari setiap usahanya untuk menghisap rakyat di Negara miskin dan berkembang. Dengan demikian, sejatinya Negara maju (imperialism) terus mempercepat kematiannya yang semakin dekat, dengan meningkatnya jumlah negara-negara miskin yang bertekad untuk terus melawan.
WTO dan Imperialisme Mendatangkan malapetaka bagi pendidikan, pekerjaan dan pengikisan budaya Nasionalis
Aksi FMN |
Pemuda dan mahasiswa terus menjadi korban atas intensifnya liberalisasi dan deregulasi perdagangan dan jasa. Bagaimanapun, dalam kerangka WTO, merekalah yang paling terpengaruh oleh kesepakatan GATS dan ISA yang mengancam hak dan aksesibilitas mereka atas pendidikan yang berkualitas. Demikian pula, dengan kebijakan baru tentang ekspor tenaga kerja yang telah dimasukkan dan diintensifkan di bawah GATS, arus-bebas modal manusia (perdagangan tenaga kerja) tidak hanya menegaskan komoditisasi manusia, tetapi mengartikulasikan penghinaan atas kemanusiaan secara universal demi keuntungan.
Persetujuan Umum tentang Perdagangan Jasa & Perjanjian Jasa Internasional (GATS dan ISA): Karena keterlibatan dan buruan tanpa henti oleh negara-negara maju, GATS dikatakan tengah terancam kebuntuan untuk intensifikasi dan penetapan perjanjian-perjanjian baru, sehingga ISA terus didorong untuk ditingkatkan. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah, sebelumnya memberikan negara-negara berkembang pilihan pada jenis layanan yang ingin mereka liberalisasikan, sedangkan nantinya tidak, dengan visi liberalisasi 90 % sektor jasa dunia.
Dengan perundingan-perundingan yang semakin intensif, deregulasi secara massif dan privatisasi pelayanan publik yang seharusnya didanai negara telah semakin dekat. Sehingga lembaga akademis menghadapi ancaman penguasaan asing dan akumulasi privat/swasta. Dengan demikian, akan ada persebaran (asimilasi) ide-ide neoliberal yang semakin besar, ide pasar dan hegemoni Barat akan mengalahkan kebutuhan budaya dan industrialisasi nasional. Dengan penguasaan lembaga akademik asing dan swasta, kurikulum akan terus diorientasikan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan perusahaan dan memproduksi tenaga kerja murah secara besar-besaran untuk permintaan pasar.
Perdagangan Terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights,-TRIPs).
TRIPs memperkenalkan aturan kekayaan intelektual ke dalam sistem perdagangan multilateral. Hal ini mengharuskan seluru negara anggota untuk mematuhi seperangkat aturan ketat yang akan melindungi kekayaan intelektual untuk terintegrasi didalam skema perdagangan internasional. Karena perjanjian ini, mahasiswa, akademisi dan para profesional lainnya dari negara terbelakang dan berkembang akan semakin dibatasi aksesnya atas informasi, penelitian dan sumber informasi mendasar lainnya yang dapat mereka gunakan untuk memajukan usaha mereka. Sebab, Negara-negara maju telah melakukan monopoli hukum atas informasi dan melakukan pembatasan akses demi kemajuan mereka sendiri.
Tugas-Tugas Perjuangan Pemuda Dan Mahasiswa
Sementara para pemuda dan mahasiswa terus-menerus dirampok hak dan sleuruh prospeknya atas masa depan yang cerah. Dengan dmeikian, maka kita tidak boleh mundur dan menyerah atas segala acaman kesengsaraan, kita “pemuda” harus bersatu, berjuang dan merebut masa depan kita!
Dalam rangka menuju peristiwa penting KTM-9 mendatang, kita harus memperkuat persatuan kita antar mahasiswa dari berbagai kampus yang berbeda-beda dalam menjalankan perjuangan bersama, mengutuk dan memblejeti skema-skema dan kebijakan yang melegitimasi terus meningkatnya privatisasi pendidikan kita. Demikian juga, keadaan akses demokratis atas pendidikan yang berkualitas, harus diwujudkan oleh para pemuda dari masyarakat yang “mungkin” telah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan menyerah untuk mendapatkan pekerjaan, serta pemuda pengangguran lainnya secara umum karena tidak adanya kesempatan dan peluang untuk dapat meng-aksesnya akibat terus meningkatnya pertumbuhan tenaga kerja terbuka. Sementara itu, mereka terus mempromosikan besarnya jumlah pengangguran (dan cadangan) tenaga kerja, pekerja semi-terampil (skill rendah) yang mereka ciptakan secara sistematis dan, secara smena-mena diangap pantas diperjual-belikan sebagai komoditas ekspor tenaga kerja.
Demikian kenyataan rakyat secara umum, pemuda dan mahasiswa juga harus bersatu dan bergandengan tangan dengan berbagai sektor rakyat yang telah dengan cara yang sama menjadi korban penindasan sistematis melalui perjanjian-perjanjian yang telah diusulkan dan terus didorong untuk dinegosiasikan didalam WTO. Sekali lagi “kenyataanya saat ini”, apakah massa rakyat akan bekerja untuk ekonomi riil ataupun terlibat dalam perdagangan jasa, mereka tetap sedang dimanfaatkan dan disalahgunakan, sehingga tetap terjebak dalam kondisi betapa sulitnya memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan mereka.
Pemuda dan mahasiswa harus terus memblejeti dan menentang kebijakan pemotongan anggaran pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik lainnya yang sekarang telah diprivatisasi. Kami, sekaligus mengaak kepada seluruh pemuda dan mahasiswa untuk bersama menggunakan momentum Hari Mahasiswa Internasional (International Student’s Day,-ISD), tanggal 17 November dan Hari Melawan Privatisasi Internasional (International Day Against Privatization), tanggal 18 November, sebagai tanggal penting untuk menunjukkan komitmen perjuangan pemuda dan solidaritas internasional, komitmen kolektif para pemuda untuk memblejeti dan mengalahkan akal bulus sistem ekonomi dunia di bawah kepentingan dan kehendak segelintir kekuatan Imperialis.
Dalam persiapan menuju kampanye puncak di Bali (berkaitan dengan KTM-9 WTO), pendidikan dan propaganda secara massif, Intensif dan berkesinambungan harus terus dilakukan untuk membangkitkan kesadaran pemuda dan mahasiswa secara luas, sehingga secara sadar dan penuh komitmen dapat mengambil keputusan untuk melawa WTO dan imperialisme dengan seluruh skema penghisapannya. Selanjutnya, tidak dapat ditinggalkan pula usaha-usaha pengorganisasian untuk merangkul mereka (pemuda dan mahasiswa) dalam satu ikatan dan kesatuan yang kuat untuk bergerak dan berjuang bersama mewujudkan pemenuhan hak sosial dan ekonomi serta hak demokratis lainnya.
Akhirnya, Kami mengajak kepada seluruh pemuda dan mahasiswa untuk bergabung dan memobilisasi massa pemuda dan mahasiswa lainnya, baik secara individu maupun lembaga yang telah terorganisasir dalam kelompok-kelompok, komunitas, organisasi maupun dalam bentuk-bentuk formasi pemuda dan mahasiswa lainnya dalam acara “Festival Solidaritas Pemuda (Youth Solidarity Festival,-YSF) pada tanggal 2 Desember dan Perkemahan Rakyat Global (People’s Global Camp,-PGC) pada tanggal 3-6 Desember untuk membangun dan memperkuat persatuan dan solidaritas perjuangan, menyusun rencana aksi bersama dan afirmatif terhadap WTO dan Imperialisme secara keseluruhan. Berbagai kegiatan secara parallel diseluruh belahan dunia juga akan diselenggarakan secara bersama sebagai aksi global (1 dan 6 Desember) bagi kawan-kawan pemuda dan mahasiswa yang tidak dapat datang dan bergabung di Bali. Demikian pula, kami mendorong kepada seluruh pemuda dan mahasiswa lainnya yang “mungkin” belum terhubung atau dapat kami hubungi untuk dapat menyelenggarakan kegiatan dan bentuk-bentuk perlawanan lainnya ditempat masing-masing.
Lawan dan Campakkan WTO!
Lawan Liberalisasi perdagangan!
Lawan dan Hancurkan skema Globalisasi Imperialisme!
Rebut dan Pertahankan Kedaulatan Nasional!
Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan Pembangunan Industrialisasi Nasional!
Bangun kerjasama Perdagangan yang adil dan Mengabdi pada Rakyat!
0 komentar:
Posting Komentar